Rabbiii....
Mengapa tugas terjemah tag pernah bersahabat denganku?? Tugas
UTS terjemah cerpen kali ini yang membuatku menangis. Dimulai dari membuka
kamus al munawwir yang manual maupun digital hingga terjemah melalui googlepun
masih belum ketemu maksud dari kalimat-kalimat arab tersebut. Sebenarnya aku ingin
menyerah tapi aku ingat tujuan awalku kuliah bukanlah untuk berputus asa dan
bermalas-malasan. Hari ini ku buka lagi tugs terjemahan itu, ternyata hasilnya
masih tetap sama ga ad perubahan. Dilantai 3 fakultas atau yang sering disebut
karjo ku buka laptopku dan mulai menerjemah kembali menggunakan google
terjemah. Berapa lama kemudian rasa ngantukpun menghampiriku meskipun sudah ku
tahan-tahan tetap saja tidak ada reaksi. Akhirnya ku putuskan untuk pergi ke
kos temenku untuk sekedar beristirahat sebentar kemudian melanjutkan tugasku
lagi. Di kos ternyata aku tidak jadi memejamkan mata, ku minta bantuan dengan
teman-temanku yang ada di kos untuk membantu menerjemahkan.
Me : “Tolong bantuin dong? Q bener-bener ga tau ni maksud
dari cerpen ini. Kata-katanya asing banget bagiku. Dah aku cari di google tapi
ga ada”
Temen : “ Bentar ya mbk kar. Aku lagi nyari mufrodat punya Si
...”
Temen yang satu : “mana minta kertas aku mau nerjemahin ntar
tag bantuin”.
Kemudian aku kembali lagi membaca teks-teks arab tersebut.
Haduuuh...masih aja belum paham. Setelah beberapa menunggu dan jenuh serta ga
ada bantuan yang menghampiriku. Akhirnya ku raih jilbabku kemudian memakainya.
“Mbak kar mau kemana?”
“Mau pulang ke pondok, aku dah pusing ni”
Sambil membereskan barang-barangku, mataku mulai
berkaca-kaca. Ku ambil tisuku dan mengusap air mataku supaya tidak menetes.
Setelah berpamitan aku keluar dari pintu kos, dan ternyata air mataku kembali
lagi menetes. Sepanjang perjalanan menuju pondok aku masih saja menangis sambil
mengayunkan sepedaku. Sebenarnya aku tidak mau menangis karena pada hakekatnya
aku malu menangis di tengah keramaian jalan. Meskipun aku telah mencoba
menahannya tapi air mataku semakin deras. Berulang kali aku mengusapnya dengan
jilbab yang aku kenakan. Sepanjang jalan aku mulai merenungi takdirku :
“Apakah semua ini takdirku?? Bergelut dalam dunia bahasa dan
sastra?? Yang dulunya tag pernah terbesit dalam benakku untuk masuk dalam dunia
bahasa dan sastra. Padahal aku begitu menyukai ilmu pasti khususnya kimia.
Dulunya kimia adalah bagian dari hidupku karena aku ingin menjadi seorang guru
kimia seperti guru kimia di MAq dulu. Dulu aku selalu memberikan yang terbaik
untuk mata pelajaran jurusanku hingga akhirnya aku meraih peringkat pertama
ujian nasional di sekolah malahan sampai tingkat provinsi. Tapi apalah arti
semua itu?? Kenyataannya cita-citaku kandas dan aku malah masuk dunia sastra.
Akan tetapi jika emang ni sudah menjadi jalan takdirku maka mudahkanlah
langkahku, Ya Rabb. Aku akan mencoba untuk menerimanya dan mungkin inilah jalan
yang terbaik untukku”.
***
Sampai di pondok akupun mulai pusing dengan tugas
terjemahanku lagi, yang sampai saat ini blm ada tanda-tanda selesai. Aku mulai
berfikir mungkin ini bahasa arab kontemporer, akhirnya aku meminjam kamus al
‘ashri yaitu kamus Bahasa Arab Kontemporer. Semangatku kembali muncul, ku cari
satu demi satu mufrodat-mufrodat asing itu. Tapi, kenyataannya hasilnyapun
nihil. Alternatif terakhirku adalah minta bantuan kepada ustadzah-ustadzah
pondokku. Pertama, kepada lurah pondok (Ibu Fina) yang merupakan sarjana
Sastra Arab UGM.
Me, “Bu ini artinya apa (فروف, خوازيق, ابتنشرب, ابتعرف, dll)?
Bu Fina, “ini mungkin nama orang, yang ini mungkin dari kata خزق coba cari di
kamus. Yang ini apa ya? Mengikuti wazan apa ya?
Kemudian
beliau membaca sejenak teks arabku. Kemudian beliau berkata :
“Ini banyak bahasa ‘amiyahnya (bahasa gaul), coba cari di
kamus ‘amiyah”.
Me, “Ibu punya kamusnya?”
Bu fina, “Wah, aku ga punya. Maaf ya ga bisa bantu.”
Me, “Iya bu gapapa.”
Mulai pesimis kembali. Siapa yang bisa membantuku?? Akupun
kembali ke kamar dengan bertekuk wajah serta mengungkapkan keluh kesahku kepada
teman-temanku yang ada di kamar. Kemudian salah satu dari mereka ada yang
mengusulkan untuk bertanya ke Bu Hani (sarja sastra arab UIN). Ku mulai
beranjak keluar menuju kamar ustadzahku tersebut. Sesampainya di depan kamar ku
ucapkan salam kemudian beliaupun membuka pintu kemudian bertanya maksud
kedatanganku.
Akupun menjawab dengan wajah memelas, “Bu, bantuin nerjemah.
Aku bingung Bu.”
Beliaupun bertanya dengan wajah tersenyum, “nerjemah apa?”
“Cerpen, Bu”.
Ku langkahkan kakiku masuk ke dalam kamar dan duduk
bersanding bersamanya. Beliaupun melihat serta membaca teksku. Jawabannyapun
sama dengan Bu Fina. Seiring dengan jawaban tersebut, tanpa sadar akupun
meneteskan air mata. Itulah yang membuatku tambah bingung kenapa air mataku
selalu menetes di saat yang tidak tepat. Bu Hani tersenyum melihatku dan merasa
bersalah kepadaku karena tidak bisa membantu. Di kamar tersebut juga ada Bu Ela
dan Bu Yuni yang keduanya juga sempat melihatku menangis serta tag bisa
membantuku. Akhirnya Bu Hani merekomendasikan untuk bertanya kepada Mbk
Li’izzah. Setelah berpamitan aku segera mendatangi Mbk Li’izzah. Ternyata ia
sedang duduk santai dan bersenda gurau bersama teman-temannya. Sehingga aku tag
merasa canggung untuk minta bantuan kepadanya. Iapun menerimaku dengan lapang
dada. Beliau mulai membacanya dan mengeluh seperti aku.
“ini teksnya kox susah mbk? Kalau punyaku enak bahasanya
fushah kalo ini banyak ‘amiyahnya”
Tapi ia tetap mencoba merangkai kata-katanya. Mungkin
mufrodat yang telah aku terjemahkan agak membantunya dalam merangkai. Meskipun
banyak teks-teks yang belum diterjemahkan tapi setidaknya bantuannya sedikit
menjadi pencerah buatku. Dan akhirnya ku ucapkan terimakasih kepadanya.
Pagi harinya, aku hanya mengetik terjemahanku seadanyam dan
sebisaku. Terjemahan itu hanya 1 halaman kertas A4 serta banyak titik-titik
yang aku kosongi pertanda belum aku terjemahkan. Meskipun seperti itu, aku tag
merasa menyesal karena tidak dapat menyelesaikannya karena setidaknya aku telah
berusaha. Setelah itu, aku mengumpulkannya dan berkata kepada bapaknya bahwa
banyak yang belum aku terjemahkan karena banyak kata-kata asing dan ‘amiyah
yang belum aku mengerti. Beliaupun menjawabnya dengan santai dan tersenyum
simpul bahwa tidak apa-apa nanti akan dibahas di kelas. Perasaan lega
menyelimutiku dan aku tidak merasa khawatir dengan semua itu.
18 April 2013